Rabu, 09 Februari 2011

Kedudukan Akta Sebagai Alat Bukti

Kedudukan Akta Sebagai Alat Bukti

Baik akta otentik maupun akta/surat dibawah tangan, keduanya merupakan alat bukti tertulis (Vide pasal 1865, 1866 KUH Perdata dst). Perbedaannya terletak pada kekuatannya sebagai alat bukti.

1. Akta Otentik.
Itu merupakan alat bukti yang sempurna, sebagaimana dimaksud dalam pasal1870 KUH Perdata. Ia memberikan diantara para pihak termasuk para ahli warisnya atau orang yang mendapat hak dari para pihak itu suatu Bukti Yang Sempurna tentang apa yang diperbuat/dinyatakan di dalam akta ini.
Ini berarti mempunyai kekuatan bukti sedemikian rupa karena dianggap melekatnya pada akta itu sendiri sehingga tidak perlu dibuktikan lagi dan bagi Hakim itu merupakan "Bukti Wajib/Keharusan" ("Verplicht Bewijs").
Dengan demikian barang siapa yang menyatakan bahwa akta otentik itu palsu, maka ia harus membuktikan tentang kepalsuan akta itu. Oleh karena itulah maka akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian, baik Lahiriah, Formil maupun Materiil (Uitwendige, formiele en materiele bewijskracht).

2. Akta di Bawah Tangan.
Akta dibawah tangan bagi Hakim
merupakan "Bukti Bebas" ("VRU Bewijs") karena akta dibawah tangan ini baru mempunyai kekuatan bukti materiil setelah dibuktikan kekuatan formilnya. Sedang kekuatan pembuktian formilnya baru terjadi, bila pihak-pihak yang bersangkutan mengakui akan kebenaran isi dan cara pembuatan akta itu. Dengan demikian akta dibawah tangan ini berlainan dengan akta otentik, sebab bilamana satu akta dibawah tangan dinyatakan palsu, maka yang menggunakan akta dibawah tangan itu sebagai bukti haruslah membuktikan bahwa akta itu tidak palsu.

Mengapa akta otentik dikatakan mempunyai kekuatan pembuktian, baik lahiriah, formil maupun materiil (uitwendige, formiele en materiele bewijskracht)?

Kekuatan Pembuktian Lahiriah artinya:
- Akta itu sendiri mempunyai kemampuan untuk membuktikan dirinya sendiri sebagai akta otentik; mengingat sejak awal yaitu sejak adanya niat dari pihak (Pihak-pihak) yang berkepentingan untuk membuat atau melahirkan alat bukti, maka sejak saat mempersiapkan kehadirannya itu telah melalui proses sesuai dan me¬menuhi ketentuan pasal 1868 KUH Perdata Jo UU No. 30/2004 (atau dahulu Stbl1860 nomor 3 Reglement of notaris Ambt in Indonesia).
- Kemampuan atau kekuatan pembuktian lahiriah ini tidak ada pada aktal surat dibawah tangan (Vide pasal 1875 KUH Perdata).

Kekuatan Pembuktian Formil artinya:
Dari akta otentik itu dibuktikan bahwa apa yang dinyatakan dan dicantumkan dalam akta itu adalah benar merupakan uraian kehendak pihak-pihak; Itulah kehendak pihak-pihak yang dinyatakan dalam akta itu oleh atau dihadapan Pejabat yang berwenang dalam menjalankan jabatannya.
Dalam arti formil akta otentik menjamin kebenaran:
- tanggal,
- tanda tangan,
- komparan,
dan
- tempat akta dibuat;
Dalam arti formil pula akta notaris membuktikan kebenaran dari apa yang disaksikan yaitu yang dilihat, didengar dan dialami sendiri oleh notaris sebagai Pejabat Umum dalam menjalankan jabatannya. Akta dibawah tangan tidak mempunyai kekuatan pembuktian formil, terkecuali bila sipenanda tangan dari surat/akta itu mengakui kebenaran tanda tangannya.

Kekuatan Pembuktian Materiil artinya:
Bahwa secara hukum (yuridis) isi dari akta itu telah membuktikan ke¬beradaannya sebagai yang benar terhadap setiap orang, yang membuat atau menyuruh membuat akta itu sebagai tanda bukti terhadap dirinya (termasuk ahli warisnya atau orang lain yang mendapat hak darinya);
Inilah yang dinamakan sebagai: "Preuve Preconstituee" artinya: akta itu benar mempunyai kekuatan pembuktian materiil.
Kekuatan Pembuktian inilah yang dimaksud dalam pasal1870, 1871 dan 1875 KUH Perdata.


Anton Roberto, SH, M.Kn

Tidak ada komentar:

Posting Komentar