Berhubung saya juga ingin tau lebih jauh dan pernah tau mengenai
dua hal tersebut mungkin saya akan sedikit memaparkan arti dan kegunaan
masing-masingnya.
Berkaitan
dengan perbuatan hukum yang dilakukan oleh beberapa pihak. Masalah ini
berkaitan dengan kredit yang diajukan dan untuk mengikatkan kedua belah pihak.
Biasanya
ada beberapa perjanjian yang ditandatangani, antara lain:
1. Perjanjian Kredit;
2. Pengakuan Hutang;
3. Akta Pembebanan Hak Tanggungan.
1. Perjanjian Kredit
Pada setiap lembaga keuangan dapat terjadi
perbedaan pemberian nama/judul perjanjian kredit. Ada yang menyebut Surat
Persetujuan Kredit dan lain sebagainya, namun umumnya yang digunakan adalah
Perjanjian Kredit. Setiap lembaga keuangan juga memiliki kebijaksanaan yang
berbeda apakah Perjanjian Kredit (PK) dibuat dengan akta Notariil atau cukup
dibawah tangan.
PK dibawah tangan biasanya dibuat oleh
pihak Bank (kreditur) dalam bentuk perjanjian baku. Jadi PK tersebut
tidak dapat diubah2 isinya (take it or leave it agreement) dan dibuat dalam
jumlah banyak (massal) yang dimaksudkan untuk efisiensi bagi pihak Bank. PK ini
adalah perjanjian yang pertama kali ditandatangani. Jika PK dibuat
dibawah tangan maka pihak Lembaga keuangan dan Debitur cukup tanda tangan di
tempat lembaga keuangan atau di rumah debitur atau di kantor Notaris tetapi
tidak di depan Notaris.
Inti dari PK adalah bahwa Debitur berjanji
untuk meminjam sejumlah uang pada Kreditur dan kreditur berjanji untuk
memberikan pinjaman sejumlah uang pada Debitur. Dalam PK ini diatur dan
disepakati jumlah pinjaman, besar bunga, biaya administrasi, jangka waktu,
besar angsuran, tanggal pembayaran setiap bulannya dan tanggal jatuh tempo.
2. Pengakuan Hutang
Pengakuan Hutang umumnya selalu dibuat dalam
bentuk akta notariil, oleh karena itu pembuatannya dilakukan oleh Notaris
berdasarkan kesepakatan para pihak dan penandatanganan pun dilakukan dihadapan
Notaris. Dasar dari pembuatan Akta Pengakuan Hutang (PH) adalah PK. Inti
dari Pengakuan Hutang ini adalah bahwa Debitur mengakui telah berhutang
sejumlah uang pada Kreditur sebagaimana yang telah diperjanjikan dalam PK dan
Kreditur menerima baik pengakuan hutang tersebut.
3. Akta Pembebanan Hak
Tanggungan (APHT)
Setelah PK dan PH ditandatangani maka
selanjutnya adalah penandatanganan APHT. Yang menandatangani APHT adalah Pihak
Pemilik Jaminan dengan pihak Kreditur. Jika Yang berhutang (Debitur)
menjaminkan tanah miliknya sendiri maka Pihak pertama adalah Debitur itu
sendiri sebagai pemilik jaminan. Namun jika Jaminan bukan atas nama (bukan
milik) Debitur maka yang menandatangani adalah si pemilik jaminan. Jadi
inti dari APHT adalah bahwa pemegang hak (pemilik sertifikat tanah) membebankan
Hak Tanggungan (menjaminkan) tanahnya untuk menjamin pelunasan sejumlah hutang
Debitur kepada kreditur.
Jika Sertifikat yang hendak dijaminkan masih
dalam proses pengurusan di Badan Pertanahan, baik balik nama
maupun peningkatan hak, maka sebelum dibuat APHT akan dibuat SKMHT
(Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan) terlebih dahulu.
Dalam SKMHT ini intinya pemilik Setifikat (pemegang hak) memberi kuasa kepada pihak Kreditur untuk membebankan Hak tanggungan diatas Hak Atas Tanah-nya (menjaminkan tanahnya) . Dengan demikian ketika proses di BPN telah selesai maka pemilik jaminan tidak perlu lagi menandatangani APHT karena telah memberikan kuasa pada kreditur sehingga kreditur yang akan bertindak berdasarkan Kuasa dari pemilik jaminan sebagaimana dinyatakan dalam SKMHT.
Lain lagi jika kredit berupa kredit kepemilikan
rumah (KPR), maka sebelum menandatangani APHT terlebih dahulu transaksi jual
beli dilakukan dengan menandatngani Akta Jual Beli, sebab yang menjadi jaminan
dlam KPR adalah rumah yang baru saja dibeli. Jadi, Pihak Bank memberi pinjaman
pada Debitur untuk membayar harga rumah tersebut dan debitur mengangsur
pinjaman tersebut pada bank dengan jaminan rumah yang dibelinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar